Seperti sabtu malam-malam sebelumnya, berjalan di pantai depan RUMAHku adalah hal yang kusenangi sebelum merangkai impianku dalam pembaringan. Dulunya sih kusering berjalan dengannya di tempat ini. Walau pendiam, dia sangat berarti bagiku, sampai saat ini malah. Sejenak kupikir bahwa aku menyesal kehilangannya; menyesal dulunya tidak kujaga dengan tulus, bahkan sedikitpun tak pernah terpikirkan betapa besar pengorbanannya hanya untuk melihatku berdiri tegar,membantuku meloncat dan berlari mengejar matahari. Terimakasih buatmu kutitipkan lewat desiran ombak yang kian membawamu entah kemana; terimakasih buat alas kaki swallow hijau-ku; ialah Pemberian dari seorang pamanku yang kusanyangi. yaaah beberapa waktu lalu terseret ombak di tempat ini, semenjak peristiwa itu aku tak lagi pernah menggunakan swallow-swallow yang lain sesaat ketika kulakukan rutinitasku di pantai ini.
Malam ini sepertinya akan turun hujan, biasanya waktu seperti ini adalah favoritku untuk segera sembunyi di balik selimut merahku yang bercorakkan ARSENAL. Udara panas pengaruh angin darat (kan rumahku dekat dengan laut; angin darat, angin dari darat ke laut ya? Hehe takut salah) tak cukup kuat untuk menahan jemariku bergerilya pada tombol-tombol mp3 mencari lagu yang cocok buat jadi soundtrack petualangan malamku. Sembarinya Kutengadahkan kepalaku meliuk-liuk mencari sang bulan; tapi wuiihh aneh, tak satupun tanda keberadaannya, angin bertiup menggoyangkan sweater-ku, dan langitpun tanpa bintang. Bulan sepertinya malu karena beberapa waktu lalu dirinya sempat diberitkan di media-media seiring dengan terjadinya gerhana. What…. Hubungnnya apa? ngawur kamu nto’ Haha…
Begitulah hari ke hari, setiap malam tak pernah menyisakan cerita yang tuntas. Tapi dengan berjalan di saat orang-orang tertidur, berlari saat orang-orang terbangun, dan berdiam ketika mereka huru hara membuat hasrat saya selalu terpuaskan lho….
No comments:
Post a Comment