OK

Saturday, September 17, 2011

Untuk Perempuan

   ‘’Betapa sulit meyakinkannya bahwa mereka sangatlah dihargai, tidak mudah membuatnya paham bahwa mereka sangatlah dimengerti, itulah mereka’’
Teriknya siang itu tak cukup kuat untuk membuatku melepas tatapannya. Sekian DETIK percikan-percikan elektron bergejolak yang pernah kurasakan kini terulang kembali, tapi lebih dahsyat. Dan Takkuasa menahannya. JAMpun terhenti dan dengan polosnya kukatakan aku suka padamu dan kaupun demikian; hatiku telah lumpuh karenamu; Sungguh hatiku milikmu sepenuhnya gumamku dalam hati.




      HARI dan HARI berlalu. Rasa itu makin lama makin menyiksaku setiap kali kuingat raut wajahmu. Ingin rasanya berada di sampingmu dan kutuangkan semua isi hati ini. Namun engkau begitu beda dengan bidadari-bidadari sebelumnya, engkau mempesonaku sampai membuat nyaliku menciut saat kulihat senyuman itu.
Seiring lapuknya bebatuan; kesibukanku yang padat, tugas kuliaku yang menumpuk, tuntutan tanggungjawab dan kehidupan yang keras kuharap bisa melepaskanku dari perasaan itu. Namun sedikitpun tidak. Sampai akhirnya hujan kala itu mempertemukan kita di bawah naungan rindangan pohon. Berdua denganmu adalah momen yang paling berharga. Kitapun terlarut dalam canda tawa dengan sedikit perasaan yang gugup. Suara alampun kala itu seakan menjadikan dunia ini hanya milik kita berdua, ketiak-ketiak dunia yang kusebut sebagai pohon cinta kanmenjadi saksi bisu dari dua sejoli cucu adam hawa ini. Semakin hari setelah pertemuan itu, semakin kuyakin pula bahwa kau juga suka padaku. Tatapan itu semakin menarikku dan hatipun kian menyatu. Hari-hari kita berjalan seperti biasanya, pagi hari kau titipkan salam lewat burung gereja padaku, sore harix kuajak kau ke danau dan kuajarkan cara memantulkan batu di air, dan malam harinya kugambarkankan senyumku pada BULAN sebagai pengantar dalam tidurmu lelapmu. Andai aku punya sebongkah keberanian untuk memulai, kita kan melukis bersama dalam kanvas yang sedari dulu kusimpan dalam bungkusan cintaku. Tapi sayang setitikpun aku tak punya.
      Sampai akhirnya kau membuka mataku; membuatku takut akan menjerumuskanmu dalam kisah KASIH YANG SEMU; membuatku khawatir jika nantinya kau terluka; membuatku merasa bodoh dalam setiap ucapan yang sebagian dari kaumku sering memakainya untuk bertindak bodoh pula; membuatku hina jika nantinya kita membuat dosa; membuatku memungut kembali retakan dan pecahan benda yang pernah kuberikan sebagai bukti cintaku padamu; membuatku membayangkan masa depan dimana kau disudut kotamu yang kusam sambil terisak dengan sobekan-sobekan bersketsa wajaku; membuatku tersadar dan semakin menyakinkan bahwa kubukanlah untukmu.
      Tak sekalipun terbesit dalam hatiku ingin melpasmu begitu saja. Meski kuyakin kala itu kukan menyesal, bahkan telah kutorehkan tindakan terbodoh dalam hidupku. Kini ambillah pena itu yang pernah menjadi pena kita bersama, kau tidak perlu aku Lagi untuk melukiskan kisah hidupmu. Lakukanlah yang terbaik buatmu tanpaku. Satu alasan yang perlu kau tahu semua ini karena aku benar-benar sayang kamu.
Kuingin bersamamu; kuingin berdua denganmu menatap senja kala kita tua nanti, kuingin bersandar di bahumu ketika kutak mampu lagi untuk berjalan, kuingin berada dalam hangatnya pelukmu ketika kutak mampu lagi berucap kata, sampai akhir menutup matapun aku tetap ingin di sampingmu. Namun semua itu tidak semudah memutarbalikkan fakta, tidak segampang mengakhiri suatu kehidupan, tidak secenteng membuat orang lain percaya begitu saja; Sulit untuk memulai sesuatu yang besar. Semuanya kan kuiyakan tapi bukan untuk saat ini.
     Setelah ini kusangat yakin semuanyakan berubah. Mungkin kau tak pernah menganggapku ada, tidak pernah bertemu dengan orang sepertiku atau apalah; aku terima. Ada satu permintaan dan harapan yang kupinta; meski semuanya hampir tidak mungkin engkau berikan kepada orang sepertiku. Pertama; sisakan sedikit ruang di hatimu untukku. Walapun setitik sara, Agar kapan dan dimanapun aku terbangun, kutau keadaanmu akan baik selalu. Kedua, simpanlah semua pertanyaan yang kau tujukan untukku, biarlah WAKTU yang menjawabnya. sejatinya kuminta kau untuk menugguku sampai waktu itu tiba, namun ketika kau menemukan seseorang dalam perjalanmu maka itu adalah cintamu yang sebenarnya dariNya. kankuminta padaNya menjagamu untukku; akan kuselipkan namamu dalam setiap sujudku, akan kutulis bertinta emaskan di sepanjang koridor perjalanan aku dan Tuhanku.

tak ada lagi pohon cinta
tak ada lagi danau dan percikannya
tak ada lagi bulan dan burung gereja
yang ada hanyalah aku, kau, waktu dan Tuhanku

No comments:

Post a Comment