Pagar aluminium berlandaskan susunan bata merah bertempelkan pualam; dibuat dengan mengombinasikan warna-warna hangat, sebagai ucapan selamat datang di kediamanku. Profil-profil klasik jelas terlihat pada beberapa sudut pilar. Sebuah transisi natural di tengah hiruk pikuk perkotaan… beberapa pot dengan tanaman berbunga selalu saja melengkapi teras depanku yang tidak terlalu luas. terdapat sepasang kursi & meja kayu… tidak jarang aku dan mamah menghabiskan waktu berjam-jam di tempat itu; berdebat ringan tentang estetika, tugas kuliah, arisan keluarga, masa depan sampai hal yang menggelikan termasuk asmara & kriteria calon mantunya… wah mamah… ada-ada saja…
Memasuki Dua buah pintu gandeng… biarpun imitasi, kursi jepara bercorak fresh floris tetap elegan menghiasi ruang itu… meski sulit kumemadu_madankan dengan gorden hijau putih selera mamah… terdapat lampu gantung; letaknya hanya beberapa meter saja dari permukaan lantai, lemari setinggi pahaku dengan pernak pernik miniatur mulai dari replika hewan, tokoh kartun sampai perahu phinisi. Di sela-sela itu diselipkan bingkai bergambarkan aku & mamah, aku & papa, aku dan seorang saudara perempuanku… dialah ruang tamuku…
Dua belas meter persegi umumnya tidak terlalu luas untuk sebuah ruang keluarga. Tapi itu cukup bagi kami; keluarga yang sukses menerapakan sistem dengan dua anak cukup_hahaha… sofa hitam dengan tekstur titik berbintik senantiasa memanjakan kami untuk saling berbagi canda & tawa… sudutnya terdapat kursi berwarna terang dengan sebilah kaca landscape menempatkan telepon & gagangnya. Sebagian orang mungkin merasa aneh dengan keberadaannya di tengah-tengah gelapnya si massif yang lain, tapi justru itulah point of view-nya menurutku… aku lebih memilih tempat itu sebagai kerapan favorit untukku merebahkan badan, dibanding harus tidur di kamar… di depannya terdapat tiga buah pintu… kusebut saja, pertama yang terdekat dengan ruang tamu itu adalah kamar untuk mereka yang ingin menikmati pelayanan super deluxe… di tengah itu, kamar saudara perempuanku… dan yang besar itu adalah kamar papa mamah… tempat-tempat itu tidak lebih dari tempat untuk bermimpi, bermalas-malasan, & hal-hal yang tidak bisa disebut namanya…
Selanjutnya dibuat sedikit tinggi dari ruang sebelumnya… juga dengan warna & ukuran lantai keramik yang berbeda. sebuah ruang dengan fungsi baru… ruang makan… hanya ada meja elips berkaki empat dengan enam kursinya, sebuah kulkas, wastafel yang melekat di dinding dan juga lampu mangkuk yang tak mau kalah dengan bergantungan di plafond kayu… aku satu-satunya di rumah itu yang benar-benar memanfaatkan wastafel sebagimana mestinya. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, menggosok gigi sebelum tidur, membasuh wajah pagi harinya dan menyimpan pisau cukur… bukan hanya sekedar dekorasi pelengkap layaknya ruang makan keprisidenan…
Tangga berbentuk L terpampang di pertemuan sudut dua bidang. Dilengkapi dengan railing besi berbentuk bunga matahari, sesekali diselingi dengan batang melingkar menyerupai uliran sekrup. Kurang lebih menaiki duapuluh anak tangga, dipertemukanlah dengan sederetan lemari dengan buku-buku yang tersusun rapi… karpet merah maron menenggelamkan cahaya yang berasal dari empat buah spotlight… entah kenapa ruang itu disebut ruang kerja… kenyataanya papa lebih memilih ruang keluarga dibanding ruang formil itu untuk menyelesaikan dunia kantornya …
Sedikit ke dalam, ruang berdaun pintu pinus tanpa ventilasi; juga dengan dua buah jendela tanpa pengaman… itulah kamar yang juga merangkap sebagai ruang inspirasiku… “kapal pecah” bisa menggambarkan betapa berantakannya ruang itu… akupun rela mengganti julukan itu jika memang ada yang lebih buruk… keempat sisi dindingnya memiliki warna yang berbeda… tulisan & gambar ulah tanganku kupilih sebagai dekorasi dinding daripada harus membeli sesuatu untuk dipasang… itu disana, gambar wajah berambut menghampiri bahu. Ia adalah satu personil F4… gara-gara drama meteor garden tu kugambar itu… kaca berukuran besar kutempatkan tepat di atas tempat tidurku…kulekatkan di langit-langit; kata orang banyak, jelek tidaknya seseorang dapat dilihat pas bangun tidur… ditiap pagi kuliat refleksi wajahku, tetap saja begitu-bgtu… tetep keren…gak ada bedanya… kasur yang lusuh, debu yang bertebaran, buku-buku berserakan, perangakat multimediaku yang berhamburan serta abu rokok teman-teman yang beseliwuran… aku suka ruangan itu “laki bangeet”… hahaha… yang membuatku selalu ingin menghabiskan sore hariku di kamar itu adalah dua jendela tadi… dari situ, dengan alaminya kedua mataku dapat menyaksikan tenggelamnya sang surya…
Kembali ke bawah, sumber dari kehidupan rumah itu adalah tempat di mana mamah bereksperimen dengan berbagai rempah & bumbu masakan… Alhamdulillah ya,, eksperimennya selalu berhasil & menempatkanya sebagai koki nomer satu di rumahku. Dapur itu cukup luas, terpasang lemari gantung dengan delapan pintu… mamah menulis sesuatu pada masing-masing pintu tersebut… pintu pertama bertuliskan “perlengkapan mandi”, pintu kedua “untuk mencuci”, pintu ketiga “makanan instan”, dan seterusnya… mau tahu kemarahan level kedua mamah setelah keseringanku telat shalat subuh, coba aja tuh mindahin atau masukin barang yang tidak sesuai dengan tulisannya… hehehe…
Satu lagi sebelum beranjak ke garasi… ruang itu adalah satu-satunya ruang tanpa nama di rumahku… dibilang teras juga tidak, gudang juga tidak, apalagi lobi… terdapat lemari kaca berisikan koleksi sepatu mamah… juga terdapat jok mobil bagian belakang… kalender tahun dua dengan cermin kusam… lukisan abstrak yang berdebu serta herbarium tanpa bunga… betul-betul sebuah ketidakjelasan… bagian-bagian pada tembok rata lututku kelihatan sedikit rapuh… karena kusering benturkan dengan bagian depan mobilku sesaat ketika kumasukkan ke garasi…
Itulah rumahku, rumahmu mana?....
No comments:
Post a Comment