OK

Saturday, September 17, 2011

Kalaulah Waktuku Banyak, Menanti Ramadhan Tahun Depan

            Sebulan lamanya terbaring di ruang yang sejuk itu, tanpa makan dan minum, tanpa berkata-kata, tanpa canda & tawa, dua belas kantong darah yang mengalir dalam tubuh ini lebih dari cukup untuk menggambarkan kekuasaan-Nya. Kuucapkan syukur Alhamdulillah untuk itu.
            Saat malam datang, sesaat ketika semua orang di luar sana terlelap dalam tidurnya. Aku berdiri disudut kamar itu, wuih… suasananya sangat nyaman dan tenteram. Kulihat diriku terbaring kaku di atas tempat tidur berkasur lusuh itu; kakikupun mulai membengkak; naik turun dadaku terasa berat; bayang tabung oksigenpun menghalangi cahaya lampu membuat kutak mampu melihat jelas raut wajahku; tanganku diam menjaga jarum infus agar tetap berada di arteriku.

             Aku tak lagi bisa merasakan kaki tanganku, yang kuhanya punya hati saat itu untuk merasakan hangatnya seuntai kasih sayang; kedua mataku tertutup dan sesekali meneteskan air mata. Kulihat ibu duduk di sampingku sambil memegang tangan dan sesekali mengusap dahi yang mulai tertutupi rambut kusamku. “jangan bersedih Ibu!” teriakku dalam hati. Tangisan itu malah semakin membuatku sakit. Kita sedang diuji, Kalaulah kemarin (5thjun11) adalah mentari terakhirku, itulah yang terbaik buatku, buat ibu dan semua orang yang menyayangiku. Tak usah pertanyakan lagi, memang jalannya sudah seperti itu. 
       Akupun mulai berandai-andai. Kalau malam itu Engkau mengambilku. Esok paginya akan seperti apa. Kubayangkan aku berjalanmenuju rumahku. Kulihat bendera putih, tergantung dengan sebilah bambu. Diam dan perlahan bergerak melambai mengkuti arah angin. Perlahan kulangkahkan kaki, kudekati beberapa orang berkeringat dengan telanjang kaki. Yah mereka sedang mengukir namaku ‘adrianto hidayat’ pada sebatangkayu pinus yang berbentuk balok, bagian atasnya menyerupai kubah mesjid dengan profil-profil yang sederhana. Saat kubuka pintu, kulihat tubuhku terbungkus rapat, dingin, dan kaku. Orang-orang mengelilingiku, tertunduk dan terisak sedih. Sungguh pemandangan yang tak ingin berlama-lama kumelihatnya. Kulanjutkan perjalananku, ruang penuh makna yang berada di depanku saat itu mengembalikan segala kenangan. meja empat kaki dengan tumpukan buku-buku tebal, karpet abu-abu dengan bercak-bercak debunya, gambar-gambarkupun tetap menempel rapat pada dinding-dinding bercorak biru putih itu, kulihat perangkat hiburanku yang seperti biasanya tergeletak begitu saja, berserakan, di salah satu sudut terpampang desain rumah baru kami yang belum sempat kuselesaikan, akupun rindu membaringkan tubuhku pada tempat tidurku yang lusuh ini. Setelah menggali sisa-sisa ingatan, rasa-rasanya ada yang hilang. Yup, aku mencarimu, ibuku. Kumasuki kamarnya tapi tak ada, kuintip di sela-sela binatu sebelah kamar kaupun tak ada. Pasti ibu lagi di dapur, pikirku ibu sedang memasak banyak untuk merayakan kepulanganku. Perlahan kulewati tumpukan pakaian kotorku, kulihat ibu dari tumpukan bahu orang-orang. Ibu bukannya sedang memasak melainkan duduk membisu. Kelopak matanya tidak lagi berbentuk normal, harapku itu bukan karena ia menangisiku. Saat kucoba meraih tangannya, semakin kuingin mendekat semakin jauh terasa jiwa ini. Kulihat tangannya gemetaran sambil memegang kertas bergambarkan wajahku. Hal itu terakhir kali aku melihatmu. Kini aku hanya bisa merasakan dan merindukan belaian itu lagi dari kejauhan. Dari tempat yang tak seorangpun tahu.
            Tapi jangan khawatir tentangku Ibu, kalaulah aku diberi pilihan tentang kenangan. aku relamenghapus semua kenangan hidupku kecuali masa-masa kala bersamamu. Dan kalaulahaku diberi pilihan tentang pertemuan, orang yang pertama yang kutemui setelah-Nya adalah ibu. Hehehe aku tak bisa lagi meneteskan air mataku…….
       Wahai jiwa kembalilah ke tubuhku. Bantu aku menuai padi yang belum sempat kusemai, bantu aku merajut kembali sulaman hangat yang belum sempat kupakai, bantu aku menambal roda kendaraan dunia akhiratku yang entah belum pernah kugunakan sebelumnya. Papah aku agar tak terjatuh lagi pada lubang yang sama, Bantu aku membuat mereka kembali tersenyum karena kuyakin hari esok kan lebih baik dari hari ini.
     ….Jangan ambil aku sebelum kubisa membuat mereka bangga….
AllahuAkbar… AllahuAkbar… kumandang takbir masih terdengarsamar-samar di hangatnya kamarku. Wahwah…. Sampai hari ini saya masih diberikesehatan dan tentunya kesempatan olehNya. Alhamdulillah Note ini rampungsebelum shalat Ied yang sebentar lagi ni, meski dah kantuk bratttt… smga bisa jadi inspirasi untuk bertindaktanduk jauh lebih baikk.. hehehe
Minal Aidin Wal Faizin, maaf lahir batin (31st August2011_1432 H)
Buat ibu, bapak, saudara, pamanbibi, nenek, tetangga, teman-teman kampus, teman-teman sekolahan dlu, seluruhsanak keluarga dan KITA
(1.42am_31Aug11.finished)

No comments:

Post a Comment