Sebulan
lamanya terbaring di ruang yang sejuk itu, tanpa makan dan minum, tanpa
berkata-kata, tanpa canda & tawa, dua belas kantong darah yang mengalir
dalam tubuh ini lebih dari cukup untuk menggambarkan kekuasaan-Nya. Kuucapkan
syukur Alhamdulillah untuk itu.
Saat malam datang, sesaat
ketika semua orang di luar sana terlelap dalam tidurnya. Aku berdiri disudut
kamar itu, wuih… suasananya sangat
nyaman dan tenteram. Kulihat diriku terbaring kaku di atas tempat tidur
berkasur lusuh itu; kakikupun mulai membengkak; naik turun dadaku terasa berat;
bayang tabung oksigenpun menghalangi cahaya lampu membuat kutak mampu melihat
jelas raut wajahku; tanganku diam menjaga jarum infus agar tetap berada di
arteriku.
Aku tak
lagi bisa merasakan kaki tanganku, yang kuhanya punya hati saat itu untuk merasakan
hangatnya seuntai kasih sayang; kedua mataku tertutup dan sesekali meneteskan
air mata. Kulihat ibu duduk di sampingku sambil memegang tangan dan sesekali
mengusap dahi yang mulai tertutupi rambut kusamku. “jangan bersedih Ibu!”
teriakku dalam hati. Tangisan itu malah semakin membuatku sakit. Kita sedang
diuji, Kalaulah kemarin (5thjun11) adalah mentari terakhirku, itulah yang
terbaik buatku, buat ibu dan semua orang yang menyayangiku. Tak usah
pertanyakan lagi, memang jalannya sudah seperti itu.
Akupun mulai berandai-andai. Kalau malam itu
Engkau mengambilku. Esok paginya akan seperti apa. Kubayangkan aku
berjalanmenuju rumahku. Kulihat bendera putih, tergantung dengan sebilah bambu.
Diam dan perlahan bergerak melambai mengkuti arah angin. Perlahan kulangkahkan
kaki, kudekati beberapa orang berkeringat dengan telanjang kaki. Yah mereka
sedang mengukir namaku ‘adrianto hidayat’ pada sebatangkayu pinus yang
berbentuk balok, bagian atasnya menyerupai kubah mesjid dengan profil-profil yang
sederhana. Saat kubuka pintu, kulihat tubuhku terbungkus rapat, dingin, dan kaku.
Orang-orang mengelilingiku, tertunduk dan terisak sedih. Sungguh pemandangan
yang tak ingin berlama-lama kumelihatnya. Kulanjutkan perjalananku, ruang penuh
makna yang berada di depanku saat itu mengembalikan segala kenangan. meja empat
kaki dengan tumpukan buku-buku tebal, karpet abu-abu dengan bercak-bercak
debunya, gambar-gambarkupun tetap menempel rapat pada dinding-dinding bercorak
biru putih itu, kulihat perangkat hiburanku yang seperti biasanya tergeletak
begitu saja, berserakan, di salah satu sudut terpampang desain rumah baru kami
yang belum sempat kuselesaikan, akupun rindu membaringkan tubuhku pada tempat
tidurku yang lusuh ini. Setelah menggali sisa-sisa ingatan, rasa-rasanya ada
yang hilang. Yup, aku mencarimu, ibuku. Kumasuki kamarnya tapi tak ada, kuintip
di sela-sela binatu sebelah kamar kaupun tak ada. Pasti ibu lagi di dapur, pikirku
ibu sedang memasak banyak untuk merayakan kepulanganku. Perlahan kulewati
tumpukan pakaian kotorku, kulihat ibu dari tumpukan bahu orang-orang. Ibu bukannya
sedang memasak melainkan duduk membisu. Kelopak matanya tidak lagi berbentuk normal,
harapku itu bukan karena ia menangisiku. Saat kucoba meraih tangannya, semakin
kuingin mendekat semakin jauh terasa jiwa ini. Kulihat tangannya gemetaran
sambil memegang kertas bergambarkan wajahku. Hal itu terakhir kali aku
melihatmu. Kini aku hanya bisa merasakan dan merindukan belaian itu lagi dari
kejauhan. Dari tempat yang tak seorangpun tahu.
Tapi jangan khawatir
tentangku Ibu, kalaulah aku diberi pilihan tentang kenangan. aku relamenghapus
semua kenangan hidupku kecuali masa-masa kala bersamamu. Dan kalaulahaku diberi
pilihan tentang pertemuan, orang yang pertama yang kutemui setelah-Nya adalah
ibu. Hehehe aku tak bisa lagi meneteskan air mataku…….
Wahai jiwa kembalilah ke tubuhku. Bantu aku
menuai padi yang belum sempat kusemai, bantu aku merajut kembali sulaman hangat
yang belum sempat kupakai, bantu aku menambal roda kendaraan dunia akhiratku
yang entah belum pernah kugunakan sebelumnya. Papah aku agar tak terjatuh lagi
pada lubang yang sama, Bantu aku membuat mereka kembali tersenyum karena kuyakin
hari esok kan lebih baik dari hari ini.
….Jangan ambil aku sebelum kubisa membuat mereka
bangga….
AllahuAkbar… AllahuAkbar… kumandang takbir masih terdengarsamar-samar di
hangatnya kamarku. Wahwah…. Sampai hari ini saya masih diberikesehatan dan
tentunya kesempatan olehNya. Alhamdulillah Note ini rampungsebelum shalat Ied
yang sebentar lagi ni, meski dah kantuk bratttt… smga bisa jadi inspirasi untuk
bertindaktanduk jauh lebih baikk.. hehehe
Minal Aidin Wal Faizin, maaf lahir batin (31st August2011_1432 H)
Buat ibu, bapak, saudara, pamanbibi, nenek, tetangga, teman-teman kampus,
teman-teman sekolahan dlu, seluruhsanak keluarga dan KITA
(1.42am_31Aug11.finished)
No comments:
Post a Comment