OK

Saturday, September 17, 2011

Lihat, Dengar, dan Rasakan

Ruangkanlah sejenak, dan lihatlahlah warna kemesraan dan cinta.
Apakah kalbumu terasa sunyi
Bahasa tubuhnya mengartikan rindu kepadanya
Luangkanlah Detik dalam sibukmu

     Jalan setapak itu membawa kaki ini saling bergantian melangkah di atas serpihan-serpiahan batu sungai_bekas menuju sebuah susunan kayu dan sedikit sandstone buatan seniman urban. Yah banguan tua itu terlihat bersih dan begitu tertata rapi. Pemilik bangunan bernuansa cokelat gelap itu nampaknya sangat bersahaja. Udara segar pagi hari di tengah desiran tulip-tulip, indahnya kicauan burung menghiasi hijaunya taman ini pikirku.

      Terdengar suara sendu merdu membuatku yakin untuk segera melihat apa gerangan di balik dinding itu. semenit terasa lama mengantarkan kedua kaki-kaki ini rupanya. Kulihat seorang perempuan kecil berkerudung putih, membelakangiku dan sedikit menunduk. Kuperbaiki posisiku agar tetap terjaga dalam kesimbangan antara raga dan jiwa penasaran ini. Sinar yang masuk lewat lubang-lubang kecil di dinding menyulitkanku melihatnya dengan jelas. Beberapa waktu menunggu, bias itu semakin menjauh seiring tenggelamnya sang surya. Terkejut aku melihatnya, sedetikpun takkupalingkan wajah ini. Seorang Gadis kecil di atas kursi; kursi roda, menunduk dengan jemari ke kanan dan ke kiri mengiringi lantunan ayat-ayat suci dari bibirnya. Sedikit lebih dekat kulihatnya Ia tanpa kedua kakinya (red), Subhanallah, mata yang sayup semakin meyakinkanku bahwa ia adalah bidadari yang terlupakan oleh hiruk pikik duniawi. Akupun terhenyak, memandangi jiwa yang selama ini entah kemana akan kubawa.
      Kaku dan terdiamnya aku dibuatnya. Beberapa anak keluar dari pintu. Salah satu dari mereka menarik dan membawaku duduk bersamanya. Erat genggam Tangannya yang dingin sekejap membuatku tersadar. Dekat tapi Suasana hati ini terasa sangat jauh. Kulihat mereka memandangku dengan segenap cita dan harap. Kucoba berkata-kata tapi susah seakan aku belajar berucap. Kini kutahu dimana aku berada saat ini, tempat dimana mereka tak sedikitpun pernah merasakan hangatnya belaian orang tua; tempat dimana mereka tak tahu menahu kemana akan menggantungkan cita-citanya; tempat dimana mereka saling memahami sebagai saudara satu sama lainnya. Kulihat anak yang paling ujung, ia diam namun aku bisa merasakan bahwa sungguh batinnya menangis saat itu. “tiap malamnya aku kedinginan menunggu, selimut kecil ini tidak cukup kuat untuk menghangatkan kami; sudah berapa hari ini kami belum makan, bahkan saya lupa kapan terakhir kali mulut ini mengunyah nasi; kemanakah orang-orang selama ini?” Jeritnya pilu. “mereka ada di luar sana, sibuk dengan urusan duniawinya. kalian tahu banyak tentang mereka, tapi mereka tak mau tahu banyak tentang kalian(Red)” Jawabku lirih berharap semoga aku bukan bagian dari mereka. Dunia yang sebenarnya adalah di tempat ini. Kehidupan yang sesungguhnya terejahwantahkan dalam rumah yang berhias oak-oak tua ini.

      Aku sendiri besar di antara orang-orang KECIL. Aku dan kalian adalah SAMA, kita sedang dalam diuji. DIA tidak memberikan sesuatu hal di luar kemampuan kita. Apa yang ada di dekat kalian itu adalah anugrah dari-Nya.. Jangan cari yang tidak ada padamu, lihat yang ada di dirimu. kutak bisa berbuat banyak, hanya doa yang bisa kuberikan. ini pemberian dari-Nya buatmu lewatku; lewat orang orang yang peduli. Dan aku tidak akan kemana-mana; kutetap di sini bersama kalian.

       Banyak dari mereka yang lupa tentang tujuan dan jati diri yang sebenarnya. Mereka tidak lagi menganggap bumi bulat. Tidak lagi melihat segala sesuatunya adalah hal yang hanya sebentar melekat pada dirinya. Baginya dunia itu replika gunung yang tak berpuncak gumamku dalam hati sesaat setelah jemari ini meminta kepadan-Nya untuknya tentang arti kehidupan yang sesungguhnya. Membuat mereka tak kenal lelah mendaki ke puncaknya, setinggi-tingginya mereka berada pastinya ingin selalu rasanya lebih dan lebih tinggi lagi. Membuat hal-hal yang dulunya tabuh menjadi lumrah, hal yang yang dulunya haram jadi halal. Kemanakah tangan yang selama ini berada di atas, kemanakah tangan yang selalu memberi dan bermohon. Wah duniapun merimba jadinya.

       Yang kuatlah pemenangnya, kekuasaannya adalah TAPAK yang menggiurkan dan status sosial adalah JEMBATANNYA. Kebohongan, kesengsaraan, kemunafikan terasa melengakapi sebagai PONDASI-PONDASI mereka. Bahkan ironisnya, agama dan kepercayaanlah disebut-sebut sebagai dalang di balik semua itu, tugasnyapun sebagai ARSITEK di muka bumi ini jadi tergadaikan. hahaha katanya sedang berjalan di atas sajadah sahidnya. memangnya aku dan sebagian orang tidak tahu kalau agama menurut mereka itu Cuma untuk melegalkan tindakannya.

No comments:

Post a Comment