Bukankah Sabtu adalah hari yang ditunggu khalayak orang-orang di kota-kota besar; orang-orang dengan sejuta kesibukan dengan hiruk-pikuk keramaian, kerlap-kerlip cerita beragam dan hingar-bingar urusan.
Minggu senantiasa menggandeng, dijulukilah akhir pekan.
Makassar menyuguhkan akhir pekan yang cukup lengang, pagi dan jalan-jalan protokol serasa sungguh bersahabat. Sangat berkebalikan dari beberapa hari lalu, saat kota ini dipenuhi demonstran-demonstran meneriakkan keadilan menyusul mencuatnya isu-isu kebijakan pemerintah yang dinilai tidak setimbang. Konon, unjuk rasa yang membuat keributan sambil memacetkan, membakar ban, dan menghebohkan lebih efektif dibanding harus berkomunikasi nan mencerminkan keintelektualitasan. Beberapa oknum tak mau kalah dengan mengabarkan berita bergaya bahasa luar biasa mapannya , hal tidak terjadi dibuat terjadi, sesuatu yang kecil dibesar-besarkan, kejelasan dikaburkan dan sebaliknya. Di sisi lain, masyarakat berkicau entah di sudut maya maupun nyata justru menghujat seolah membenarkan ketidakbenaran oknum. Yah benar, unjuk rasa diwarnai unjuk gigi, unjuk gigih, dan unjuk tangguh berujung kesalahpahaman, saling tuduh bahkan badai hujatan. Makassar sudah cukup panas loh, transferisasi pemikiran taman-teman dengan kepala dingin pasti sangatlah membantu.
Lain dulu lain sekarang, lain zaman orangnya pun berbeda; hemat saya, teman-teman saat ini tidak harus turun ke jalan berorasi; menggemburkan tatanan yang sudah mulai rapi di mata meski tidak di hati. Semua ini hanya berputar-putar masalah metodologi yang tidak konseptual lagi, masyarakat modern (bukan tentang si kaya atau si miskin melainkan sudah menjadi lifestyle) cenderung bermain aman dan bergelut di koridor kenyamanan. Ubah metode; tapi ideologi dan esensi pergerakan tetap sama.
Mengapa tidak turun tangan langsung, memberikan sedikit ruang kepada pemerintah untuk menjalankan tugas-tugas; sebatas kebijakan masih diterima akal sehat dan logika sederhana.
Sederhana saja, mulailah dari hal-hal kecil (act now). Untuk mengatasi banjir, tak usah mengadakan penghijauan besar-besaran, cukup membuang sampah pada tempatnya. Sembari pemerintah memperketat standardisasi AMDAL bagi developer, memperbaiki ruang terbuka hijau, dan membenahi sistem persampahan misalnya. Kemacetan; ke kantor ataupun ke kampus barengan dengan teman searah tidak salah. Sementara pemerintah memperbaiki sistem transportasi massal dengan memperhatikan keamanan dan kenyamanan penumpang. Pendidikan; ikut serta mencerdaskan bangsa tidak mesti guru ataupun dosen serta orang-orang yang bergelut di dunia itu sendiri, mendonasikan buku-buku, membuat perpustakaan, sekolah alam bagi anak-anak putus sekolah. Sembari pemerintah melakukan pengembangan SDM guru-guru, memastikan bahwa alokasi dana pendidikan benar-benar tepat sasaran dan tepat guna, peningkatan keterampilan berwirausaha dan berketerampilan bagi anak-anak jalanan. Oiah dan tak kalah pentingnya, Makassar hari ini dihebohkan oleh kelakuan semena-mena beberapa geng motor yang cenderung seronok menyeruduk. Ingat, bukan hanya tugas pemerintah dan pihak yang berwenang. Tingkah laku, kepribadian seseorang dimulai dan dikahiri di lingkungan keluarga. Itu saja.
Itulah tatanan yang ideal; pada saatnya tidak ada yang bisa mencapai titik itu. Daripada tidak sama sekali, mari lakukan sekarang.
No comments:
Post a Comment