Salam, selamat sore
belahan Bumi yang lain. Sebelum jauh membicarakan tentang kota, biarlah kita
dekat lewat kata. Perkenalkan nama saya, eh anu panggil saja Dayat. Sementara masih
sibuk-sibuk berbenah di dunia untuk akhirat.
Oiah, minus sejam
lagi menuju garis mati sebelum postingan #30harikotakubercerita ditutup untuk
hari ini, sementara saya baru saja memulainya. Tengah duduk saya,
menggerilyakan jemari merangkai beberapa kata pengganti kota, pun senja
perlahan menemani sebagai penutup malam bagi indonesia bagian tengah.
Baiklah… Kota
Daeng, sebutan lain untuk Makassar. Menyinggung tentang ikon, Makassar memiliki
sejarah yang cukup panjang mengenai citra kota. Namun di kesempatan ini, tak
cukup untuk menggambarkan lika-liku secara lengkap dan lebih detail. Maklumlah
masa kecil saya lebih banyak tercatat sebagai penduduk di beberapa daerah
sebelum kembali ke kota ini.
Mengikuti
perkembangan zaman, beberapa ikonic di Makassar seakan timbul tenggelam seiring
dengan pembangunan metro yang kian mendominasi. Pantai Losari salah satunya,
Makassar kian berbenah mendandan wajah losari, penulis sendiri menilai hal ini
sebagai hal yang wajar jika ditangani dengan benar-benar atas dasar cinta bukan
sekadar proyek untuk memenuhi program kerja pemerintah yang tengah berkuasa. Bak
simalakama, kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Lah, koq malah kebawa
bahas politik yah….
Langsung saja, kata
kebanyakan pecinta puisi; tempat yang romantis untuk mengutarakan cinta itu di
Losari sembari menikmati tenggalamnya sang mentari. Cinta kepada sesama dan
kepada pencipta tentunya.
Beberapa spot
dibuat untuk mengabadikan gambar, elemen-elemen landscaping bertuliskan
suku-suku di makassar dan losari itu sendiri menjadi tempat favorit untuk
berselfie ria.
Sembari menunggu
malam, semburat senja seakan tak memberi kesempatan untuk memalingkan wajah
sedikit pun dari fenomena maha itu. Jangan khawatir tentang urusan perut,
ketika malam datang; di sepanjang jalan sudah ramai akan kuliner berbau khas
makassar. Paling populer tak lain dan tak bukan adalah Pisang Epe. Berupa
cemilan berbahan dasar pisang dengan topping dan aneka rasa yang disediakan.
Masjid terapung
yang terdapat di area anjungan losari ini membuat kunjungan teman-teman
bernilai religius. Setinggi-tinggi manusia adalah mereka yang jiwanya sering
berkunjung ke rumah Tuhan, iya kan.
Kini Losari menjadi
tempat sekaligus ruang-ruang terbuka publik bagi siapa saja yang tidak mengenal suku
budaya dan apapun yang bersifat separatis. Tempat bersosialisasi dengan
pendekatan konsep memangkas jarak, membuat lebih dekat dengan sesama.
Ditunggu yah!
Time’s Up…. Salam
No comments:
Post a Comment